Budaya malas membaca kerap menghantui anak didik kita, akan tetapi sebenarnya budaya membaca ini bisa kita sukseskan dengan catatan fasilitas sekolah kita juga lengkap terutama perpustakaannya.
Untuk saat ini hampir di Sekolah Negeri sudah tersedia Perpustakaan, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Berikut ini ada cerita menarik yang patut kita tiru, dan terapkan kepada anak didik kita. Disamping itu saat ini kegiatan literasi dalam sekolah juga sangat menjadi hal yang sangat perlu.
Literasi harus menjadi kebiasaan semua anak didik sekolah. Itulah yang dilakukan SD Negeri 112134 Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Murid-murid di sekolah ini sudah menjadikan buku seperti teman bermain. Seperti Aathifah Farah Nabin Nasution, siswi kelas satu SD yang sudah membaca 127 buku dalam satu semester.
“Ini luar biasa. Program membaca di SD ini merupakan hasil pelatihan Modul 3 yang dikembangkan USAID Prioritas. Dalam hal ini, kepala sekolah dan guru dilatih mendesain program membaca berdasarkan ciri khas daerah masing-masing,” kata juru bicara USAID Prioritas Sumut, Erix Hutasoit, Jumat (28/4/2017).
Di SD ini, lanjut Erix, program membaca dikembangkan dengan membangun kerja sama antara sekolah dan orangtua yang diwujudkan melalui buku penghubung. Buku ini berisi catatan judul-judul buku yang sudah dibaca anak ketika di rumah.
Setiap hari orangtua wajib mengawasi anaknya membaca buku selama 30 menit. Setelah itu menuliskan judul buku yang dibaca dan menandatanganinya. Kemudian buku dibawa ke sekolah untuk diperiksa wali kelas.
“Wali kelas pun wajib menandatangani sebagai tanda pengesahan. Jadi membaca tidak cuma di sekolah, juga di rumah,” tambahnya.
Tentang Aathifah, Erix bilang, kesukaannya membaca buku cerita setiap hari. Terkadang dia membaca lebih dari satu judul buku sehari, bahkan pernah membaca enam buku dalam dua hari.
Buku favoritnya berjudul Barbie and Three Musketeer yang dibacanya pada 15 September 2016. Buku ini bercerita tentang putri-putri cantik yang berlatih bela diri untuk menjaga diri karena si putri cantik tidak memiliki pengawal yang tangguh.
“Mereka berlatih diam-diam ketika pesta topeng,” ujar Erix menirukan ucapan Aathifah sambil tertawa.
Dia menambahkan, membaca dan menulis buku penghubung bukan hanya kegiatan wajib Aathifah, tapi semua siswa di sekolah tersebut. Buku penghubung harus diberikan siswa kepada guru setiap hari.
“Lewat buku ini guru bisa mengetahui aktivitas siswa di rumah, bisa tahu buku apa yang dibaca,” jelasnya.
Labuhanbatu merupakan kabupaten pertama di Sumatera Utara yang mendeklarasikan diri sebagai kabupaten literasi. Dengan dukungan lembaganya, program membaca telah menjangkau seluruh sekolah di kabupaten ini.
Atas komitmen itu, Labuhanbatu mendapat Anugerah Literasi Prioritas dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Penghargaan ini diterima langsung Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap di Jakarta pada Maret 2017 lalu.
Sumber: http://wacana.siap.web.id/2017/04/aathifah-siswa-kelas-1-sd-sudah-membaca-127-buku-dalam-6-bulan.html#.WRaL7blfLIU
Untuk saat ini hampir di Sekolah Negeri sudah tersedia Perpustakaan, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Berikut ini ada cerita menarik yang patut kita tiru, dan terapkan kepada anak didik kita. Disamping itu saat ini kegiatan literasi dalam sekolah juga sangat menjadi hal yang sangat perlu.
Literasi harus menjadi kebiasaan semua anak didik sekolah. Itulah yang dilakukan SD Negeri 112134 Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Murid-murid di sekolah ini sudah menjadikan buku seperti teman bermain. Seperti Aathifah Farah Nabin Nasution, siswi kelas satu SD yang sudah membaca 127 buku dalam satu semester.
“Ini luar biasa. Program membaca di SD ini merupakan hasil pelatihan Modul 3 yang dikembangkan USAID Prioritas. Dalam hal ini, kepala sekolah dan guru dilatih mendesain program membaca berdasarkan ciri khas daerah masing-masing,” kata juru bicara USAID Prioritas Sumut, Erix Hutasoit, Jumat (28/4/2017).
Di SD ini, lanjut Erix, program membaca dikembangkan dengan membangun kerja sama antara sekolah dan orangtua yang diwujudkan melalui buku penghubung. Buku ini berisi catatan judul-judul buku yang sudah dibaca anak ketika di rumah.
Setiap hari orangtua wajib mengawasi anaknya membaca buku selama 30 menit. Setelah itu menuliskan judul buku yang dibaca dan menandatanganinya. Kemudian buku dibawa ke sekolah untuk diperiksa wali kelas.
“Wali kelas pun wajib menandatangani sebagai tanda pengesahan. Jadi membaca tidak cuma di sekolah, juga di rumah,” tambahnya.
Tentang Aathifah, Erix bilang, kesukaannya membaca buku cerita setiap hari. Terkadang dia membaca lebih dari satu judul buku sehari, bahkan pernah membaca enam buku dalam dua hari.
Buku favoritnya berjudul Barbie and Three Musketeer yang dibacanya pada 15 September 2016. Buku ini bercerita tentang putri-putri cantik yang berlatih bela diri untuk menjaga diri karena si putri cantik tidak memiliki pengawal yang tangguh.
“Mereka berlatih diam-diam ketika pesta topeng,” ujar Erix menirukan ucapan Aathifah sambil tertawa.
Dia menambahkan, membaca dan menulis buku penghubung bukan hanya kegiatan wajib Aathifah, tapi semua siswa di sekolah tersebut. Buku penghubung harus diberikan siswa kepada guru setiap hari.
“Lewat buku ini guru bisa mengetahui aktivitas siswa di rumah, bisa tahu buku apa yang dibaca,” jelasnya.
Labuhanbatu merupakan kabupaten pertama di Sumatera Utara yang mendeklarasikan diri sebagai kabupaten literasi. Dengan dukungan lembaganya, program membaca telah menjangkau seluruh sekolah di kabupaten ini.
Atas komitmen itu, Labuhanbatu mendapat Anugerah Literasi Prioritas dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Penghargaan ini diterima langsung Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap di Jakarta pada Maret 2017 lalu.
Sumber: http://wacana.siap.web.id/2017/04/aathifah-siswa-kelas-1-sd-sudah-membaca-127-buku-dalam-6-bulan.html#.WRaL7blfLIU
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik & Relevan dengan conten Artikel, Dilarang menyisipkan Link Hidup. jika Teks url blog/web atau isi di daftar tamu itu diperbolehkan, Terima kasih.